Sabtu, 26 Desember 2015

KEJENUHAN CINTA DAN ITU SAYA

moeslimonline.com
Bagaimana pun saya harus pergi. Bagaimana pun saya harus menghilang. Menjauhi cinta yang ternyata membelenggu saya. Berhari-hari. Berminggu-minggu. Berbulan-bulan. Bahkan bertahun-tahun. Kecewa menyeruak dalam dada. Pikiran buntu. Mata ini seperti selalu melihat kunang-kunang yang beterbangan—entah di mana—laksana mengelilingi tubuh saya dan pikiran saya.
Saya pun bertanya; “Apakah kematian akan menjemput saya? Kenapa kunang-kunang itu datang terus—menghantui saya berhawaktu-waktu, seperti menebar teror?”
            Tubuh saya terasa menggigil. Mendadak. Demam atau apalah semacamnya saya tidak tahu. Namun saya sadar kalau ada sesuatu yang datang menemui saya—entah siapa? Dalam hati saya bertanya-tanya; apakah kamu, Fika (pacar pertama SMA saya yang diperkosa anak jalan dan dibunuh dengan tragis, serta mayatnya dimasukkan dalam tong minyak, lalu dibakar)? Jangan-jangan coba kamu datang dengan wajah barumu? Saya tidak sudi. Saya tidak bersalah. Sama sekali. Jadi, menjauhlah dariku!
            “Mayya?”
            Saya tertegun sejenak saat dengan nama itu. Yang ada dipikiran saya hanyalah sesosok perempuan dengan rantai di kedua tangannya. Dindingnya terbuat dari besi. Wajahnya muram. Dendam karena tak mampu membunuh semua orang yang telah menipu orang tuanya.
            Jadi, saya kira ini perlakuan Falasifa—pacar saya yang sedang hamil karena setiap saat saya tusuk mulutnya. Itu pun saya lakukan dengan sadar. Padahal awalnya dia tidak mau. Tapi yang namanya cinta, kadang memang memaksa mau. Dan sekarang dia membelenggu saya dengan menagih-nagih atas nama kesetiaan. Begitukah cinta?
            Cuih!!!
            Omong kosong dengan cinta. Omong kosong dengan kesetiaan. Cinta dan kesetiaan itu sama sekali tidak mengekang. Tidak membelenggu para pencintanya. Akan tetapi memberi pemahaman untuk saling menerima dan menghargai. Kalau saya tidak setia, memangnya mau apa?
****
            Kunang-kunang tetap mengelilingi tubuh saya. Bahkan seperti menyelimuti tubuh saya. Mendekap tubuh saya. Hingga tubuh saya tampak bercahaya. Anehnya, orang-orang mulai datang mengerumuni tubuh saya setiap malam. Tubuh saya dipotret, disentuh, dan dilindungi saat hujan turun.
            “Lihat, Ma,” ucap seorang anak, “tubuh orang ini kayak emas.”
            “Kayak lampu juga,” ujar lainnya.
            “Permata,” pekik yang lain.
            Begitulah saya selalu diperhatikan orang-orang karena tubuh bercahaya. Mata saya bercahaya. Seakan-akan saya ini memang benar cahaya.
            “Cahaya, oh, cahaya,” gumam saya, seraya memandang langit.
****
            Gadis dengan perut bunting itu datang lagi, menemui saya.
            “Apa maksudmu menemui saya lagi?” tanya saya. Tegas.
            “Tolong aku.” pekiknya. “Tolong, beri aku pertolongan!”
            “Iya, kenapa?”
            “Aku jenuh bercinta dengan penantian. Aku jenuh bercinta dengan ketabahan hati. Aku jenuh. Jenuh! Jenuh!! Jenuh!!!” teriaknya. “Sekarang tolong bunuh aku. Bunuhlah aku!!”
            “Karena bayi di perutmu itu?”
            “Bukan.”
            “Karena keindahan cinta.”
            “Kok?”
            “Iya! Seandainya aku tidak tergoda oleh keindahan cinta, jadinya tidak akan begini kan?!”
            Saya diam. Terus diam dan mulai berpikir bahwa kunang-kunang di tubuh saya itu perlahan mengelupas. Sampai-sampai, karena terlalu banyak kunang-kunang itu yang mengelupas, kulit dan daging saya pun juga ikut. Bahkan tulang saya pun seperti terbang dihembus angin. Saat itulah kuku saya menjelma kunang-kunang yang membuat Falasifa menjerit-jerit—ketakutan—seraya berlari dengan darah mengalir dari anunya.


SK-Kafe/1/5/2015

Bagikan

Jangan lewatkan

KEJENUHAN CINTA DAN ITU SAYA
4/ 5
Oleh

Subscribe via email

Suka dengan artikel di atas? Tambahkan email Anda untuk berlangganan.