Sumber: http://uin-suka.ac.id/ |
Boleh
orang bilang kalau kampus bergaya Islam kayak UIN Sunan Kalijaga itu tidak
romantis. Tak ada muda-mudinya yang pacaran. Tak akan dijumpai mahasiswanya
yang sedang cekakak-cekikik berdua-duaan. Kalau bergandengan tangan dibilang
haram. Tapi kalau pakai kaos tangan malah dibilang halal. Dengan alasan,
katanya ada “pembatasnya”.
Huh! Saya agak sedikit kecewa mendengar statement seperti itu. Logis, tapi
terlalu dipaksakan karena ada pelabelan halal-haram itu. Sedihnya, itu dialami
oleh teman-teman saya yang ingin pacaran, tapi terbelenggu oleh aturan-aturan
keagamaan. Akibatnya, mau berpacaran asalkan islami. Atau kalau tidak begitu,
mau ‘ta’arufan’ katanya. Sehingga dengan perubahan istilah itu
tentu akan memuluskan perjalanan cinta kasih para mahasiswa yang dalam hatinya
sedang bergejolak.
Sebenarnya tidak semata alasan itu yang membuat para mahasiswa mengakhiri masa
kejombloannya. Ada beberapa faktor lain yang perlu saya paparkan agar
keilmiahannya terjamin. Sebab saya pikir, keilmiahan menjadi syarat akan
diterimanya sebuah ilmu yang disertai dengan alasan maupun metodologinya.
Pertama, mahasiswa
cinta novel Islami. Sejak lahirnya novel-novel bergaya Islami seperti Ayat-ayat
Cinta, Ketika Cinta Bertasbil, Dzikir-dzikir Cinta, Bercinta di Atas Sajadah, dan
macam-macam lainnya, ternyata lebih mengguncang diri mahasiswa daripada
kejadian Gempa Bumi (2006) dan Gunung Merapi meletus (2010). Hal ini memberi
pertanda bahwa faktor bacaan sangat berpengaruh dalam mengubah mindset para
mahasiswa. Sehingga ada kata-kata bijak dari seorang teman, ‘membaca akan
membuatmu tak jomblo lagi’ menjadi senjata ampuh yang harus dilalui oleh
mahasiswa UIN.
Kedua, bisnis
sampingan yang meraja lela. Hal ini menjadi modal awal untuk meraih masa depan
yang lebih baik. Sebab mahasiswa UIN rata-ratawong ndeso yang ke
Jogja hanya berbekal nekat. Jika pun ada kiriman dari orang tua, itu pun tipis
banget. Maka tak jarang jika banyak ditemui para mahasiswanya yang berprofesi
ganda seperti; penjual gorengan, penjual es, penjual koran, penjual buku bekas,
dan berbagai jenis profesi lainnya. Demi menyambung hidup di Jogja, meskipun
kadang harus mengorbankan kuliahnya hingga semester 16 dan itu tidak ada
masalah.
Tentu, seorang enterpreuner gorengan, es, koran, buku bekas,
serta jenis lainnya membutuhkan bantuan orang lain. Salah satu teknik bisa
menggaet orang tanpa harus bayar mahal, tentu harus cari pacar. Sebab dengan
tenaga pacar, tentu usahanya akan lancar meskipun jadi bagian apa saja. (Tahu
kan, kalau pacar itu bantunya karena alasan panggilan hati dan modal untuk masa
depan.)
Ketiga, gagasan
integrasi-interkoneksi yang begitu fenomenal. Gagasan ini digawangi oleh M.
Amin Abdullah yang pernah menjadi rektor selama dua periode kepeminpinan dan
akhirnya menyeluruh ke segala bidang, termasuk bidang hubungan cinta anak muda.
Awalnya, gagasan integrasi-interkoneksi ini bertujuan untuk mensinergikan
antara ilmu keagamaan dengan ilmu kealaman, ilmu keagamaan dengan ilmu sosial,
maupun ilmu keagamaan dengan disiplin ilmu lainnya dengan induk pengetahuannya
adalah al-Qur’an dan Sunnah. Hal ini tentu menjadi harga jual dari masa
peralihan IAIN (Institute Agama Islam Negeri) menjadi UIN (Universitas Islam
Negeri) untuk menjamin kualitas pendidikan perguruan tinggi agar tidak
ketinggalan zaman.
Namun setelah gagasan itu berhasil diterapkan, tentu memunculkan tafsir atau
pemahaman baru. Terutama di kalangan mahasiswa yang begitu menderita atas
kejombloannya. Menurut mereka, gagasan M. Amin Abdullah tidak hanya berhasil di
wilayah akademik saja. Di wilayah non-akademik seperti dalam pergaulan
sehari-hari sangat membantu membebaskan mahasiswanya dari status kejombloan.
Semua itu merupakan hasil pemahaman mereka tentang makna
‘integrasi-interkoneksi’ yang juga punya peran dalam mensinergikan antara
laki-laki dan perempuan biar tak ada sekat/jarak. Sebab, jarak selalu membuat
manusia galau dan rentan akan penyakit patah hati.
Maka, saya dan mungkin mahasiswa lainnya di kampus merasa bersyukur, bahkan
bangga sekali atas gagasan ‘integrasi-interkoneksi’-nya Pak M. Amin Abdullah.
Sehingga sampai sekarang jarang sekali ditemui para jomblo beserta aktivisnya
yang masih berkeliaran di kampus. Itu berarti, UIN sedang berada dipuncak
peradaban romantismenya.
Jogja, Maret 2015
Bagikan
GAYA ROMANTISME DI KAMPUS UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
4/
5
Oleh
Unknown