Sabtu, 26 Desember 2015

GAYA ROMANTISME DI KAMPUS UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA

Sumber: http://uin-suka.ac.id/
Boleh orang bilang kalau kampus bergaya Islam kayak UIN Sunan Kalijaga itu tidak romantis. Tak ada muda-mudinya yang pacaran. Tak akan dijumpai mahasiswanya yang sedang cekakak-cekikik berdua-duaan. Kalau bergandengan tangan dibilang haram. Tapi kalau pakai kaos tangan malah dibilang halal. Dengan alasan, katanya ada “pembatasnya”.
            Huh! Saya agak sedikit kecewa mendengar statement seperti itu. Logis, tapi terlalu dipaksakan karena ada pelabelan halal-haram itu. Sedihnya, itu dialami oleh teman-teman saya yang ingin pacaran, tapi terbelenggu oleh aturan-aturan keagamaan. Akibatnya, mau berpacaran asalkan islami. Atau kalau tidak begitu, mau ‘ta’arufan’ katanya. Sehingga dengan perubahan istilah itu tentu akan memuluskan perjalanan cinta kasih para mahasiswa yang dalam hatinya sedang bergejolak.
     Sebenarnya tidak semata alasan itu yang membuat para mahasiswa mengakhiri masa kejombloannya. Ada beberapa faktor lain yang perlu saya paparkan agar keilmiahannya terjamin. Sebab saya pikir, keilmiahan menjadi syarat akan diterimanya sebuah ilmu yang disertai dengan alasan maupun metodologinya.
            Pertama, mahasiswa cinta novel Islami. Sejak lahirnya novel-novel bergaya Islami seperti Ayat-ayat Cinta, Ketika Cinta Bertasbil, Dzikir-dzikir Cinta, Bercinta di Atas Sajadah, dan macam-macam lainnya, ternyata lebih mengguncang diri mahasiswa daripada kejadian Gempa Bumi (2006) dan Gunung Merapi meletus (2010). Hal ini memberi pertanda bahwa faktor bacaan sangat berpengaruh dalam mengubah mindset para mahasiswa. Sehingga ada kata-kata bijak dari seorang teman, ‘membaca akan membuatmu tak jomblo lagi’ menjadi senjata ampuh yang harus dilalui oleh mahasiswa UIN.
        Kedua, bisnis sampingan yang meraja lela. Hal ini menjadi modal awal untuk meraih masa depan yang lebih baik. Sebab mahasiswa UIN rata-ratawong ndeso yang ke Jogja hanya berbekal nekat. Jika pun ada kiriman dari orang tua, itu pun tipis banget. Maka tak jarang jika banyak ditemui para mahasiswanya yang berprofesi ganda seperti; penjual gorengan, penjual es, penjual koran, penjual buku bekas, dan berbagai jenis profesi lainnya. Demi menyambung hidup di Jogja, meskipun kadang harus mengorbankan kuliahnya hingga semester 16 dan itu tidak ada masalah.
           Tentu, seorang enterpreuner gorengan, es, koran, buku bekas, serta jenis lainnya membutuhkan bantuan orang lain. Salah satu teknik bisa menggaet orang tanpa harus bayar mahal, tentu harus cari pacar. Sebab dengan tenaga pacar, tentu usahanya akan lancar meskipun jadi bagian apa saja. (Tahu kan, kalau pacar itu bantunya karena alasan panggilan hati dan modal untuk masa depan.)        
           Ketiga, gagasan integrasi-interkoneksi yang begitu fenomenal. Gagasan ini digawangi oleh M. Amin Abdullah yang pernah menjadi rektor selama dua periode kepeminpinan dan akhirnya menyeluruh ke segala bidang, termasuk bidang hubungan cinta anak muda. Awalnya, gagasan integrasi-interkoneksi ini bertujuan untuk mensinergikan antara ilmu keagamaan dengan ilmu kealaman, ilmu keagamaan dengan ilmu sosial, maupun ilmu keagamaan dengan disiplin ilmu lainnya dengan induk pengetahuannya adalah al-Qur’an dan Sunnah. Hal ini tentu menjadi harga jual dari masa peralihan IAIN (Institute Agama Islam Negeri) menjadi UIN (Universitas Islam Negeri) untuk menjamin kualitas pendidikan perguruan tinggi agar tidak ketinggalan zaman.
           Namun setelah gagasan itu berhasil diterapkan, tentu memunculkan tafsir atau pemahaman baru. Terutama di kalangan mahasiswa yang begitu menderita atas kejombloannya. Menurut mereka, gagasan M. Amin Abdullah tidak hanya berhasil di wilayah akademik saja. Di wilayah non-akademik seperti dalam pergaulan sehari-hari sangat membantu membebaskan mahasiswanya dari status kejombloan. Semua itu merupakan hasil pemahaman mereka tentang makna ‘integrasi-interkoneksi’ yang juga punya peran dalam mensinergikan antara laki-laki dan perempuan biar tak ada sekat/jarak. Sebab, jarak selalu membuat manusia galau dan rentan akan penyakit patah hati.
          Maka, saya dan mungkin mahasiswa lainnya di kampus merasa bersyukur, bahkan bangga sekali atas gagasan ‘integrasi-interkoneksi’-nya Pak M. Amin Abdullah. Sehingga sampai sekarang jarang sekali ditemui para jomblo beserta aktivisnya yang masih berkeliaran di kampus. Itu berarti, UIN sedang berada dipuncak peradaban romantismenya.     


Jogja, Maret 2015

Bagikan

Jangan lewatkan

GAYA ROMANTISME DI KAMPUS UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
4/ 5
Oleh

Subscribe via email

Suka dengan artikel di atas? Tambahkan email Anda untuk berlangganan.