Jumat, 01 Juni 2018

Lama Tak Jumpa

"Jangan melihat keluar. Lihatlah ke dalam diri sendiri dan carilah itu."

- Jalaluddin Rumi -

Aku tertegun membaca tulisan itu di layar smartphone-ku. Sementara imajiku bertebaran kemana-mana, mengingat diriku. Diriku yang kulihat dari luar. Diriku yang kulihat dari dalam.

Aku mencoba untuk mencari. Siapa diriku dari luar? Siapa diriku dari dalam? Aku benar-benar mencari. Barangkali aku bisa menemukan diriku dengan sejujur-jujurnya dan setulus-tulusnya. 

Image result for lama tak jumpa
Sumber Gambar di Keterangan Gambar

Aku menjeda tulisan ini, lalu terlentang memandangi langit-langit kamar. Memang tidak mudah untuk berpikir jernih sambil merenung. Sebab aku bukan diriku yang dulu. Harus kujelaskan bagian ini dulu, begini ceritanya.

Aku mengetahui diriku bahwa dulu suka menulis. Menjadi seorang yang suka menulis itu tidak mudah. Butuh banyak waktu untuk mencari ketenangan. Butuh banyak waktu untuk menikmati keindahan. Butuh banyak waktu untuk berpikir. Untuk itulah aku suka berjalan kaki. Menikmati perjalan dan sembari terus memahami situasi sekitar. Aku juga suka naik sepada, ke kampus, sebab diriku yang seperti itu bisa melakukan pemahaman akan keadaan. Sehingga aku dengan leluasa memandangi langit. Aku leluasa menikmati udara. Menikmati hiruk-pikuk jalanan. Sehingga aku benar-benar bisa berpikir dengan jernih untuk mengetahui diriku.

Aku akhiri cerita masa lalu itu ya. Sekarang begini ceritanya.

Aku benar-benar berhenti menulis ketika tidak bisa menyelesaikan sebuah novel. Itu kisah yang pertama. Namun kisah yang paling memisahkan diriku dengan aktivitas menulis adalah saat aku bergelut di dunia bisnis. Dunia bisnis mengajarkan diriku untuk selalu bergerak, sibuk, dan terus berpikir dengan segudang rencana, pekerjaan, dan target. Setiap hari selalu ada tantangan, rintangan, dan tentunya pikiran yang tidak menentu. Bagi pemula, tentu takkan mudah. Sebab berbisnis jauh lebih beresiko dibandingkan menulis untuk menembus sebuah media cetak maupun penerbitan. Meskipun sebenarnya aku paham kalau itu sama-sama membangun sebuah mental yang kuat. Namun yang jelas berbisnis adalah jalan terjal dan membutuhkan mental kuat untuk menjalaninya, sehingga dalam keadaan apapun aku tidak punya banyak waktu untuk berpikir jernih, apalagi tentang siapa diriku dari luar. Siapa diriku dari dalam.

Aku kembali ke meja, mulai menulis kembali di layar laptop. Kuteruskan ceritanya, mengenai diriku yang bisa berpikir jernih kembali di tengah sibuknya membangun sebuah bisnis. Ini sebenarnya tidak bisa aku ungkapkan. Namun karena psikologi nitizen yang selalu bertanya ketika ada cerita yang menggantung, akhirnya kuungkap saja.

Aku kembali pada suatu waktu di mana aku bisa berjalan kembali. Melihat cakrawala. Melihat sawah yang luas. Dedaunan. Jalanan yang berumput. Hingga membuatku benar-benar merasa tenang kembali. Aku berpikir kala itu, situasi itulah yang membuatku bisa lari dari kesibukan bisnis yang tak berhenti-hentinya mengurangi tingkat kebahagiaan dan ketenanganku. 

Aku berjalan menelusuri jalanan sawah. Kadang bisa berdua, bertiga, berempat, dan bertujuh dengan teman-temanku. Disitulah aku bisa melihat diriku dari dalam. Disitulah aku bisa melihat diriku dari luar. Aku selalu mencurahkan cerita tentang diriku. Aku mengenalkan diriku padanya. Hingga tiba saatnya aku menemukan ketenangan saat cerita bersamanya yang mungkin takkan kusebut dalam cerita ini namanya.

Aku bisa menyaksikan keasyikan diriku ketika mengenalkan diriku padanya. Diriku dari dalam. Diriku dari luar. Begitu pula dengannya. Berdua dengannya, itu terus saja mengalir siang dan malam. Aku mengingat, kita bisa jalan bersama. Aku mengingat, kita berkendara bersama. Aku mengingat, kita bercanda di Swalayan. Aku mengingat, kita memesan martabak. Aku mengingat, kita menonton film bersama. Aku mengingat, kita masak bersama. Aku mengingat, kita bicara berdua malam-malam. Aku mengingat, berbincang berdua di siang-siang. Aku mengingat, kita mengenalkan diri di tempat makan di bukit yang berbintang. Aku mengingat, kita liburan ke pantai. Aku mengingat, kita naik kereta bersama. Sampai akhirnya aku kecewa dengan peristiwa yang tidak kuinginkan terjadi. Aku muak dengan peristiwa itu. Yang membuatku kembali pada masa-masa tak punya waktu untuk mengetahui siapa diriku dari dalam. Siapa diriku dari luar. Aku sangat menyesal hal itu terjadi.

Aku hanya bisa menahan ego. Waktu memang tidak bisa diputar. Namun kesempatan kemungkinan selalu ada. Yang jelas, aku butuh mengetahui diriku dari dalam. Diriku dari luar. Disitulah aku selalu berpikir tentangnya.

Aku memang sudah lama membatin. Benih-benih rindu yang kukumpulkan setiap hari kian membesar. Maka tak heran ketika aku pernah berpapasan dengannya, itu takkan hilang hingga seminggu kemudian. Malamku diikat rindu yang mencekam hingga urusan pekerjaan menghapuskannya kembali. 

Aku ingin mengakhiri cerita ini karena waktu sudah larut. Jadi kesimpulannya, aku ingin kembali mengetahui diriku dari dalam. Diriku dari luar. Sebab itulah kejujuran dan setulus-tulusnya manusia.

Yogyakarta, 02 Juni 2018 Pukul 01.43  

  

Bagikan

Jangan lewatkan

Lama Tak Jumpa
4/ 5
Oleh

Subscribe via email

Suka dengan artikel di atas? Tambahkan email Anda untuk berlangganan.