Sabtu, 26 Desember 2015

WARNA KEMESRAAN DAN CINTA

alantrytolearn-art.deviantart.com
“Bukan benci yang membuat kita jauh dengan seseorang, melainkan rasa kecewa.”
Kok saya langsung diam. Lama sekali. Mencoba merenungi sebuah status diFacebook seorang teman yang tak terlalu saya kenal kehidupannya. Akibatnya, saya harus membunuh waktu menulis cerpen di perpustakaan pada suatu siang yang lembab. Di luar langit tampak gelap. Hanya ada awan hitam yang menggantung sejak tadi, saat saya mulai masuk perpustakaan. Intinya, status itu adalah kekecewaan!
Memang banyak hal yang perlu kita pahami dalam hidup ini. Manusia dikarunia sebuah otak tentu bertujuan untuk berpikir agar bisa membedakan sesuatu yang hitam-putih. Namun kadang kita terlena sehingga sudah tidak bisa membedakan warna hitam-putih karena mata sudah tampak rabun, pikiran terasa galau, dan hati sedang tergoncang. Akibatnya, kecewa.
Kekecewaan memang sudah menjadi kultur pada diri manusia. Tidak ada satu manusia pun yang tak pernah merasa kecewa dalam hidupnya. Untuk itu, menghadapi kekecewaan itu beragam caranya. Siapa yang lebih cepat bangkit, tentu dialah yang memiliki jiwa kuat. Dan siapa yang masih berlarut-larut dalam kekecewaan, layaknya dirundung rindu yang mencekam, berarti jiwanya masih rapuh dan kadang harus memerlukan orang lain untuk membangunkannya lagi. Apalagi soal cinta. Tentu, hal inilah yang kemudian membujuk seseorang untuk menumpahkan perasaannya pada media sosial yang di dalamnya ada beribu-ribu mata membacanya.
Oh, tidak. Kalau saya, lebih baik seperti lirik di bawah ini: 
Luangkanlah sejenak detik dalam hidupmu
dan lihatlah warna kemesraan dan cinta.[1]
            Mulai sekarang, berhentilah! Plis, saya tidak kuat membacanya meski sebenarnya suka. Lebih baik diamlah dalam kurun waktu yang lama. Berfikirlah dengan bijak. Terutama berfikir, ‘bagaimana jika aku berada dalam posisi dia, dan bagaimana jika dia berada di posisiku.’ Pertimbangkanlah dengan matang. Tarik napas dalam-dalam dan hembuskan. Hingga menemukan titik temu solusinya. Kemudian bertindaklah! (memutuskan sesuatu). Karena keputusan adalah jalan terbaik dalam mengatasi masalah dan bersedialah untuk menanggung akibatnya dengan lapang dada.
            Ya, begitulah cara saya dalam menyelesaikan persoalan. Tetaplah tersenyum. Sembunyikan masalah itu serapat mungkin (kecuali orang kepercayaan) agar tidak menjadi beban bagi orang lain. Karena dalam kasus di atas itu, saya kena imbasnya. Saya jadi kepikiran. Terutama jika persoalan itu terjadi dalam diri saya.
            Kalau persoalan dendam itu saya ingat film ‘Rayya: cahaya di atas cahaya.’ Saya teringat akan sosok Rayya yang begitu dendam pada pacarnya. Namun yang saya suka sosok Arya. Dia berkata “Aku Arya. Aku laki-laki biasa. Pekerja rendahan yang sering mengesot dibalik cahaya lampu-lampu. Aku tidak pernah berhitung berapa perempuan yang aku taklukkan. Sekedar menjalani kehidupan yang biasa-biasa. Aku beristri, aku berumah tangga, dan aku punya anak. Andalanku hanyalah kesetiaan sebagai suami dan tanggung jawab sebagai kepala rumah keluarga. Istriku mempunyai kelebihan dari aku. Ia sanggup melihat laki-laki lain, karena aku tidak bisa melirik perempuan lain. Untuk itu aku ambil dua keputusan. Yang pertama, aku tidak akan pernah meratap sedih dan menangis. Yang kedua, aku akan tetap menegakkan kebenaran, membeberkannya dan juga akan menegakkan keadilan dan juga keikhlasan.”
Lalu, buat apa kita dendam? Apa gunanya dendam? Memangnya siapa kita kok,selalu dendam pada orang yang selama ini telah memberikan kebahagiaan?

    




[1] Letto: Sejenak

Bagikan

Jangan lewatkan

WARNA KEMESRAAN DAN CINTA
4/ 5
Oleh

Subscribe via email

Suka dengan artikel di atas? Tambahkan email Anda untuk berlangganan.