Sabtu, 26 Desember 2015

MALAIKAT BESERTA KERETA DORONGNYA

Sumber: www.syahida.com
Kumandang adzan Jum’at terdengar di pelosok kampung. Terik matahari seakan menyeruap ke teras masjid hingga menerobos tempat imam berada. Terdengar khutbah berkoar-koar layaknya seorang demonstran. Suaranya lantang, tapi materi dakwahnya membelah umat sehingga terdengar agak berisik untuk didengar. Seakan tidak ada cara yang lebih cerdas lagi untuk mengajak masyarakat agar berbuat arif lagi. Sehingga membuat salah satu pemuda abai akan khotbahnya dan memilih memandang seorang nenek yang sedang memayungi bayi kecil di atas kereta dorongnya.
Pemuda yang punya inisial ‘Noe’ itu terus memandang nenek bertubuh bungkuk dan langkah goyahnya. Nenek itu terus mendorong kereta yang ditumpangi seorang bayi itu. Tak lama, dia berhenti melangkah seraya menghela napas. Mungkin kehausan. Tapi, entahlah Noe tidak tahu soal nasib nenek itu.
Terlintas, bagaimana jika nenek itu adalah wujud dari ibunya yang telah melahirkan dan membesarkannya? Betapa sedihnya dia seandainya nasib ibunya dulu seperti nenek itu? Betapa besar jasanya, yang kalau panas seperti hari itu harus memayunginya karena sudah tidak kuat menggendongnya.
Noe pun hanya diam. Terus diam. Membeku. Seperti ada gejolak yang sedang terjadi dalam dirinya. Di raut mukanya juga tampak sekali kemurungan yang tiada terkira. Mungkin dia punya kesalahan besar pada orang tuanya yang sampai saat ini sangat disesalinya!
Sekelebat sebuah ungkapan muncul diotaknya ‘Manusia itu jangan menyembah selain Allah dan hendaklah berbuat baik pada ibu bapakmu,’ yang membuatnya lebih menundukkan kepala lagi. Menyesal.
Namun dia mencerna betul ungkapan itu dengan berbagai sudut pandang. Sudut pandang pertama, dia beranggapan kalau ungkapan itu memang selaras dengan pengetahuan orang pada umumnya. Yaitu, manusia memang tidak boleh menyekutukan Allah dan berbakti pada orang tuanya. Jika pemahaman yang seperti itu, tentu tidak akan punya daya greget yang lebih mendalam. Karena dapat dipastikan manusia akan bersikap biasa-biasa saja karena pemaknaannya juga sederhana. Untuk itu, dia ingin memahaminya lebih dari yang biasa-biasa saja dengan memakai sudut pandang kedua.
Sudut pandang kedua, dia memahami kalau dalam ungkapan itu ada kata penghubung ‘dan.’ Itu berarti, ada kaitannya antara menyembah Allah dan berbuat baik pada orang tuanya. Bahkan dalam pemahamannya, antara keduanya tidak dapat terpisahkan dan senantiasa selalu harmonis yang dimiliki. Sehingga dapat disimpulkan, jika seseorang masih bermasalah dengan orang tuanya, tentu dipastikan hubungannya dengan Allah akan bermasalah pula. Dan apabila hubungannya dengan Allah baik dan harmonis, tentu sifat dan sikap yang ditunjukkan pada orang tuanya juga arif.
Dan pada saat itulah Noe baru mengerti kalau kepatuhan kepada orang tua merupakan cerminan dari ketaatan pada Tuhannya.     
Akhirnya dia pun melirik kembali pada nenek tua itu. Saat itulah dia menyadari bahwa nenek itu bukanlah manusia. Akan tetapi malaikat yang sedang mendorong kereta dorong dengan bayi di atasnya.

Dia pun tersenyum, terus tersenyum sambil melihat kehadiran malaikat yang turun disela-sela puncak ambisi seorang da'i dalam menyampaikan khotbahnya. Sesekali dia melihat para jama’ah yang beberapa orang tampak terlelap dirayu setan. Namun saat dia melihat kembali ke arah nenek itu, ternyata sudah tiada. Kemana dia? tanyanya dalam hati.

Jogja, 2015

Bagikan

Jangan lewatkan

MALAIKAT BESERTA KERETA DORONGNYA
4/ 5
Oleh

Subscribe via email

Suka dengan artikel di atas? Tambahkan email Anda untuk berlangganan.