Sumber: |
Ada mahasiswa dengan nama disamarkan
menjadi ‘dia’. Dia itu, pada suatu siang yang agak panas, melihat seorang
perempuan. Ciri-ciri perempuan itu tubuhnya ramping dan berkacamata. Nah,
perempuan itu ternyata sudah dikenalnya waktu OSPEK, setahun yang lalu dan
kebetulan dia memang suka. Tapi selama kurun waktu setahun itu, dia merasa
tidak bisa mengembangkan perasaannya. Pantaslah, saat itu dia bukan
siapa-siapa. Tidak punya bekal yang jitu untuk mendekati perempuan, apalagi
sampai memecarinya. Pikirannya masih kolot soal orang kota vs orang desa, yang
seakan kontradiktih. Sehingga, pertemuannya hari itu merupakan waktu yang
istimewa karena dia merasa menemukan lagi perempuan masa lalunya dan bermaksud
meluruskan niatnya.
Saat melihat perempuan itu, dia sudah terlihat sangat gelisah. Kegelisahannya
sudah di luar batas biasanya. Dia mencari cara dan teknik paling jitu agar bisa
banyak tahu soal perempuan itu. Namun, saat pertama kali bertanya pada
temannya—kebetulan banyak tahu—ternyata perempuan itu sudah punya pacar. Aduh,
dia itu hanya geleng-geleng kepala. Tidak menyangka saja. Seakan harapannya
sudah putuslah pada waktu itu.
Tapi apa yang membuat kisah dia menarik?
Ternyata, dia dalam kekecewaannya itu, diam-diam mencari informasi meski banyak
yang menyakitkan. Namun dia tidak pernah mengeluh. Ungkapan ‘Tidak ada hak yang
tidak diperjuangkan’ menjadi obor dari setiap usahanya. Seakan-akan dia sudah
menghamba pada perempuan bertubuh ramping dan berkacamata itu.
Dalam kisahnya, dia itu ternyata punya ajian atau ilmu yang cukup mapan agar
perempuan berkacamata itu bisa kepikiran dan suatu saat akan takluk
ditangannya.
Pertama, ‘aku berpikir, maka aku ada’ dijadikan sebagai landasan
keyakinan bahwa orang yang memikirkan sesuatu itu, tentu sebenarnya dia dekat
dengan apa yang dipikirkan (sesuatu) itu. Jadi, kalau terus saja dia memikirkan
perempuan itu, otomatis ada telepati yang menyambung. Entah itu melalui mimpi
atau lewat apapun.
Kedua, dia mengeluarkan konsep pemikiran baru bahwa, untuk
menemukan pasangan yang benar-benar cocok itu perlu proses panjang. Jadi, dalam
hal ini sikapplayboy itu dibenarkannya. Karena apa? Pada
hakikatnya, jiwa manusia itu mengalami fase perubahan setiap waktu. Sehingga, kondisi
ini menimbulkan perasaan yang berbeda-beda setiap saatnya. Samplenya: jika
ingat fase perkembangan anak kecil, saat SD, tentu dia ingin jadi pilot dsb.
Terus saat SMP, keinginannya berubah menjadi guru dsb. SMA, inginnya lain lagi.
Begitu sampai seterusya.
Ketiga, percaya
pada hukum ‘kausalitas’ dan bersedia untuk mendisiplinkan diri untuk
melakukannya. Nah, bagian ini yang dimaksud kerja keras atas apa yang
dicintainya biar dimiliki. Dalam hal ini, dia berpegang teguh pada prinsip ‘dirinya
harus bisa lebih unggul’ dari perempuan itu, baik dari segi penampilan yang
oke, otak yang berisi, dompet yang tebal, dan selalu berusaha mencari sensasi
untuk menjunjung eksistensinya sebagai mahasiswa paling keren dan hebat di
kampus. Sampai-sampai dia itu lupa akan sepedanya yang sedang diinapkan di
bengkel karena tidak mampu bayar. “Dasar cinta! Tiap waktu datang terus. Kayak
hantu yang selalu menakut-nakuti,” gerutunya, sambil melihat foto-foto gadis
bertubuh ramping dan berkacamata.
Bagikan
CINTA YANG BERHANTU-HANTU
4/
5
Oleh
Unknown
1 komentar:
Tulis komentar👍
Reply